SMPN 4 Lubuklinggau Memprihatinkan, Dana Ratusan Juta Tak Berdampak Nyata


LUBUKLINGGAU – Ironi pendidikan kembali menyeruak dari Kota Lubuklinggau. Meski dalam dua tahun terakhir SMP Negeri 4 Lubuklinggau menerima alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hingga hampir Rp 300 juta khusus untuk pemeliharaan, kondisi fisik sekolah justru tampak tak terurus dan memperihatinkan.


Dokumen realisasi anggaran yang diperoleh menyebutkan bahwa pada tahun 2023, sekolah menerima hampir Rp 140 juta hanya untuk kegiatan pemeliharaan. Jumlah tersebut meningkat pada 2024 dengan total hampir Rp 150 juta. Jika diakumulasi, anggaran pemeliharaan dua tahun ini menembus angka Rp 290 juta lebih.



Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Plafon ruang kelas banyak yang berlubang, lantai mengelupas dan licin, jendela tak bisa ditutup, fasilitas WC rusak, hingga kursi siswa yang tak layak pakai, sebagian bahkan menggunakan kursi plastik yang tak aman digunakan di ruang belajar.


Padahal, sesuai Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022 tentang Juknis BOS Reguler, dana pemeliharaan seharusnya berkontribusi langsung terhadap kualitas proses belajar mengajar dan kenyamanan siswa di lingkungan sekolah.


LSM Sebut Ada Indikasi Manipulasi Sistematis

Sorotan tajam datang dari Muhammad Aap, Ketua LSM Gebrakan Aktivis Independen (Gaven), yang menduga adanya penyimpangan serius dalam pengelolaan dana tersebut. “Ini bukan lagi soal kelalaian administratif. Ketika anggaran besar cair tapi dampak fisiknya nol, maka wajar kalau kita mencium adanya praktik korupsi yang rapi dan terstruktur,” ujar Aap.


Berdasarkan jumlah siswa penerima BOS yang konsisten sekitar 700-an orang (734 siswa di 2023 dan 701 siswa di 2024), anggaran pemeliharaan ini setara dengan lebih dari Rp 200 ribu per siswa hanya untuk pemeliharaan. Namun kualitas infrastruktur tetap jauh dari kata layak.


Respons Pihak Sekolah Makin Menguatkan Dugaan

Ketika dikonfirmasi, Plt Kepala Sekolah, Sbr, menyatakan bahwa kerusakan tersebut terjadi sebelum masa jabatannya. Sementara seorang guru yang turut hadir enggan memberikan keterangan lebih lanjut, dengan alasan menunggu izin dari Dinas Pendidikan.


Sikap tertutup ini justru menguatkan dugaan bahwa ada pola pembungkaman informasi, yang bisa jadi melibatkan struktur birokrasi yang lebih tinggi. “Bila Dinas Pendidikan sampai mengontrol informasi seperti ini, bisa diduga praktiknya melibatkan lebih dari sekadar pihak sekolah,” tambah Aap.


Pengembangan Perpustakaan Juga Disorot

Tak hanya pemeliharaan fisik, dana untuk pengembangan perpustakaan juga menimbulkan tanda tanya. Pada tahap 1 tahun 2024, anggaran pengembangan perpustakaan menyentuh angka Rp 153 juta. Ironisnya, tidak ada peningkatan sarana literasi atau fasilitas perpustakaan yang bisa terlihat secara signifikan. Hal yang sama terjadi pada tahun sebelumnya, di mana anggaran Rp 161 juta juga tampak tak berdampak.


Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa laporan realisasi kegiatan tidak sejalan dengan kenyataan. Beberapa pos belanja seperti honor guru, peralatan pendidikan, dan pengembangan literasi juga patut ditinjau ulang.


Audit Menyeluruh Didesak Segera Dilakukan

LSM Gaven dan sejumlah aktivis pendidikan menyerukan agar dilakukan audit investigatif independen terhadap penggunaan Dana BOS di SMPN 4 Lubuklinggau. Mereka menilai, perlu ada penegakan hukum yang tegas agar praktik seperti ini tidak terus menggerogoti hak dasar anak dalam mendapatkan pendidikan yang layak.


“Transparansi bukan sekadar slogan. Kita butuh tindakan nyata agar uang rakyat benar-benar sampai ke yang membutuhkan, bukan hilang dalam laporan yang dimanipulasi,” pungkas Aap.


Red. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama