LSM-GAVEN Finalisasi Dugaan Korupsi di Bagian Kesra Mura : SPJ Fiktif, Mark-Up Anggaran, dan Penyalahgunaan Wewenang ASN


Lubuklinggau -
Dugaan korupsi di tubuh Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Rawas (Mura) tahun anggaran 2024 kini menjadi sorotan tajam publik. Lembaga Swadaya Masyarakat Gebrakan Aktivis Independen (LSM-GAVEN) Tengah melakukan Finalisasi laporan yang akan melimpahkan kepada Aparat Penegak Hukum terkait dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan, mark-up anggaran, hingga penyusunan Surat Pertanggung jawaban (SPJ) fiktif pada kegiatan Rumah Tahfiz Quran dan pengadaan konsumsi.

 

An. Muhamad Aap Selaku Ketua Umum LSM-GAVEN, menegaskan bahwa indikasi kuat praktik korupsi tersebut telah merusak prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Berdasarkan temuan lapangan, kegiatan yang dilaporkan dalam SPJ, termasuk program Rumah Tahfiz di sejumlah desa, tidak dilaksanakan oleh oknum tersebut.


 

“Perbuatan ini jelas merupakan kejahatan jabatan, bukan sekadar kesalahan administrasi. ASN yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu harus diproses seadil-adilnya dengan jalur hukum yang ditentukan dengan pasal-pasal tertentu seperti Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” Tegas Muhamad Aap Ketua Umum LSM-Gaven.

 

Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan kerugian negara lebih dari Rp. 189 juta. Namun, investigasi lapangan GAVEN mengindikasikan kerugian riil bisa melebihi angka tersebut.


 

Temuan LSM-GAVEN mengungkap beberapa modus kejahatan, antara lain :

  • SPJ Fiktif : Dokumen pertanggung jawaban disusun tanpa dasar kegiatan nyata serta daftar hadidan bukti foto kegiatan diduga hasil manipulasi.
  • Mark-Up Anggaran Konsumsi : Harga yang dilaporkan jauh di atas harga pasar, melanggar prinsip efisiensi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
  • Pemalsuan Dokumen : Kwitansi, tanda tangan, dan data narasumber diduga dipalsukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
  • Indikasi Gratifikasi : Adanya pemberian “fee” kepada oknum ASN tanpa melalui mekanisme pelaporan sebagaimana diatur dalam Pasal 12B UU Tipikor.


Menurut muhamad Aap jika hal ini terbukti secara hukum maka Tindakan para oknum ASN di Bagian Kesra ini diduga melanggar berbagai peraturan hukum, di antaranya:

  1. Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999  jo. UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan kurungan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar.
  2. Pasal 3 UU Tipikor mengenai penyalahgunaan kewenangan, dengan kurungan pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit  Rp. 50 juta dan maksimal Rp. 1 miliar.
  3. Pasal 12B UU Tipikor tentang gratifikasi yang tidak dilaporkan, yang dianggap suap jika berkaitan dengan jabatan.
  4. Pasal 263 KUHP mengenai pemalsuan dokumen dengan kurungan pidana 6 tahun penjara.
  5. Pasal 421 KUHP mengenai penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik.
  6. PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang memberi sanksi administratif berat termasuk pemberhentian tidak dengan hormat.


LSM-GAVEN menilai, dugaan praktik korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Dalam konteks tata kelola negara, penyalahgunaan jabatan ASN adalah bentuk kejahatan berat karena mereka adalah pelayan publik yang diberi amanah oleh negara.


“Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan menjadi preseden buruk. Kejaksaan harus bertindak tegas, menyita seluruh dokumen SPJ, melakukan audit investigatif bersama BPKP, serta mengadili para pelaku sesuai ketentuan hukum,” ungkap GP Zulkarnain selaku Wakil Ketua LSM-GAVEN.


 

GAVEN menegaskan bahwa tindakan hukum tidak cukup berhenti pada pelaku di lapangan, tetapi harus menuju ke oknum pejabat struktural yang ikut memberikan persetujuan, termasuk kepala bagian, bendahara, maupun vendor nakal yang bekerja sama dalam praktik ini.

 

Selain penegakan hukum, GAVEN mendorong reformasi sistem pengawasan internal pemerintah daerah. Inspektorat Mura diminta memperkuat Sistem Pengendalian Intern (SPI) serta mengadopsi mekanisme digitalisasi SPJ agar manipulasi dokumen sulit dilakukan.


“Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas dengan cara luar biasa pula. Perlu langkah preventif, seperti whistleblowing system yang aman, serta keterbukaan informasi publik sesuai UU KIP,” Ungkap tegas Peri Okta Vianto selaku Koordinator Investigasi GAVEN.



Kasus dugaan korupsi ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemberantasan korupsi di tingkat daerah. Tanpa tindakan tegas, publik akan kehilangan kepercayaan pada integritas ASN dan aparat penegak hukum. “Supremasi hukum ini tidak boleh ditawar menawar. Semua oknum ASN yang terlibat harus diproses tanpa pandang bulu. Kami siap mengawal proses hukum ini hingga sampai tuntas,” pungkas Muhamad Aap Kepada Awak Media


Hingga berita ini diterbitkan Plt Kabag Kesra Belum bisa dimintai Keterangan, Awak Media dan tim Investigasi LSM GAVEN sudah berulang kali mendatangi Sekretariat Bagian Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) dan menguhubungi via Whatsapp tapi tidak respon seadakan Bungkam.

 

Red.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama